MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH ( MBS )

Menejemen Berbasis Sekolah merupakan sebuah penerapan manajemen yang mengacu pada sekolah

A. Latar Belakang
  • Pada era orde baru mutu pendidikan masih rendah walaupun peningkatan mutu pendidikan telah dilakukan selama 6 pelita dengan anggaran yang cukup besar
  • Sekolah lebih tahu kelemahan, kelebihan, dan kebutuhan dirinya
  • Pengamatan terhadap sekolah yang bermutu dan turun mutunya.
  • Pembinaan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented
  • Regulasi birokrasi terhadap pendidikan masih terlalu ketat
  • Partisipasi masyarakat belum kuat.
B. Dampak Kebijakan Manajeman Sentralistik

Sikap dan perilaku pada sekolah, jika hanya mengikuti peraturan, tunggu ditunjuk dan pasif akan menimbulkan :
  • Inisiatif dan kreatifitas berkurang.
  • Tanggung jawab kurang.
  • Bersikap birokratif.
  • Bekerja mekanistis dan repetitive.
  • Semangat kerja kurang karena kurang termotivasi.
  • Aspirasi kurang direspon oleh sekolah
C. Karakteristik

  • Kemandirian
  • Pendayagunaan sumber
  • Pemberdayaan masyarakat
  • Transparansi
  • Akuntabilitas
D. Esensi Umum MBS ( Manajemen Berbasis Sekolah )

  • Ada kerangka aturan nasional
  • Ada garis besar pedoman secara nasional
  • Perbedaan pengelolaan sekolah negeri dan swasta tidak terlalu besar
  • MBS tidak dengan sendirinya meningkatkan mutu pendidikan jika hanya ditaksirkan secara harfiah, sebagai devolusi kewenangan dari pusat sekolah tidak disertai dengan kesadaran akan mutu pendidikan, sehingga diperlukan MBS
E. Ciri sekolah efektif :

  • Lingkungan tertib dan aman.
  • Visi, misi dan target jelas.
  • Kepemimpinan yang kuat.
  • Pengembangan staf.
  • Tingkat harapan yang tinggi.
  • Evaluasi untuk perbaikan PBM
  • Partisipasi orang tua dan masyarakat baik.
  • Adanya komitmen bersama-sama untuk pengembangan mutu.
F. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah:

  • Miningkatka mutu pendidikan.
  • Mengoptimalkan sumber daya sekolah.
  • Meningkatkan motivasi dan kepuasan kepala sekolah dan guru sebagai profesional dan bersama orang tua bertanggung jawab atas mutu sekolahnya.
  • Meningkatkan tanggung jawab sekolah terhadap ”Stake Holder” pendidikan.
  • Memacu semangat kompetitif yang sehat antar sekolah.
G. Langkah MPMBS

  • Evaluasi diri
  • Perumusan visi, misi, dan target mutu yang jelas
  • Perencanaan program kegiatan
  • Pelaksanaan program kegiatan
  • Monitoring dan evaluasi program
  • Penetapan target mutu baru
H. Kontrol Pelaksanaan

  • Transparansi manajemen sekolah
  • Akuntabilitas
  • Evaluasi internal maupun eksternal
Guru Indonesia adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik yang dalam melaksanakan tugas berpegang teguh pada prinsip “
ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”
. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip tersebut guru Indonesia ketika menjalankan tugastugas profesional sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Guru Indonesia bertanggung jawab mengantarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Kondisi seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa guru dan profesinya merupakan komponen kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini sepanjang zaman. Hanya dengan tugas pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia ini. Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetetif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan dimasa datang. Dalam melaksanakan tugas profesinya guru Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa.

Behaviourism

Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.

Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya:

a) Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.

Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:

· Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.

· Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

· Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.

b) Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum hukum belajar, diantaranya :

· Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.

· Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

c) Operant Conditioning menurut B.F. Skinner

Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :

· Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.

· Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.

Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.

d) Social Learning menurut Albert Bandura

Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.

Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.

e) Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.

f) Teori Belajar Menurut Clark Hull

Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis (Bell, Gredler, 1991).

sulit rasanya bila kita berjalan di rel yang tak kita kenal....
seberapun kerasnya kita berusaha untuk memahami tetapi bila tak pernah dilandasi dengan ketulusan, maka hasil akhirnya tak akan pernah seperti yang kita harapkan....

satu hal yang mungkin akan selalu menjadi hambatan kita dalam menjalankan suatu pekerjaan apapun itu adalah ketiadaan niat di garis start...
urgensi niat dan minat menjadi sangat tinggi ketika apa yang kita jalankan bukanlah merupakan pilihan kita,,,,
disinilah akan terlihat semuanya...

maka jangan pernah sepelakan niat dan minat kita........
karena ini merupakan kunci keberhasilan kita di masa depan